Pembukaan Jalan Sentra Produksi Pertanian di Desa Tanjung Besar
Kecamatan Kedurang
Tujuh Tahun Pasca ditetapkannya Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah yang memberikan
pedoman pelaksanaan dan penyelenggaraan pemerintahan di daerah baik di tingkat
provinsi, maupun kabupaten dan kota ternyata masih meninggalkan berbagai
persoalan terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan pembangunan dan pemberdayaan
masyarakat pada tingkat pedesaan. Tidak optimalnya pelaksanaan otonomi daerah,
khususnya di tingkat masyarakat pedesaan tidak terlepas dari lemahnya
pengawasan otonomi daerah dari pemerintah setempat sebagai wakil dari pemerintah
pusat, sehingga tidak tercipta hubungan yang harmonis antar masing-masing daerah.
Fenomena ini sangat jelas terlihat diberbagai ketimpangan-ketimpangan
pembangunan yang terjadi di pedesaan yang sama sekali tidak melibatkan peran
serta masyarakat baik dari sisi pemikiran, finansial maupun dalam mewujudkan
keinginan membangun terutama dalam hal mencukupi kebutuhannya sendiri yang pada
akhirnya menimbulkan ketergantungan desa kepada kabupaten.
Bertitik tolak dari hal tersebut di atas, maka seiring berjalannya waktu
dan desakan globalisasi, maka sudah sewajarnya kita kembali menelaah bagaimana
melaksanakan pembangunan pada tingkat perdesaan sembari memberdayakan masyarakat
perdesaan sehingga akan tercipta suatu desa yang mandiri, kokoh dan bermartabat.
Jika sejenak kita kembali menyimak maksud dan tujuan pemberian otonomi adalah
untuk memberikan jaminan timbulnya keserasian hubungan antar daerah dengan
daerah lainnya, dengan kata lain terciptanya hubungan yang mampu membangun
kerja sama antar daerah serta meningkatkan kesejahteraan bersama dan mencegah
terjadinya ketimpangan antar masing-masing daerah. Sementara itu, pemerintah
dalam pelaksanaan otonomi harus dapat menunjukkan perannya terutama dalam
melaksanakan pembinaan, pengembangan, perencanaan dan pengawasan sehingga akan
tercipta suatu peluang dan kesempatan kepada daerah untuk melaksanakan otonomi
secara efisien dan efektif sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku yang pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang merupakan
bagian utama dari tujuan nasional.
Harus diakui bahwa prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab yang diberikan oleh UU kepada pemerintah daerah dalam bentuk tugas, wewenang dan kewajiban untuk mengurus urusan pemerintahan yang se-Nyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing yang pada dasarnya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pengembangan kemampuan, perilaku dan pengorganisasian masyarakat hendaknya dapat meningkatkan daya saing daerah yang bersangkutan, oleh karena itu, dalam melaksanakan otonomi daerah agar dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat diperlukan adanya suatu keberanian dari semua pihak terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta para pembuat kebijakan dan pemangku jabatan/kepentingan untuk secara jernih memahami realitas, problema dan peluang yang muncul dari pemberian otonomi daerah dan bagaimana memanfaatkannya pada kepentingan masyarakat secara umum.
Harus diakui bahwa prinsip otonomi nyata dan bertanggung jawab yang diberikan oleh UU kepada pemerintah daerah dalam bentuk tugas, wewenang dan kewajiban untuk mengurus urusan pemerintahan yang se-Nyatanya telah ada dan berpotensi untuk tumbuh dan berkembang sesuai dengan potensi dan karakteristik daerah masing-masing yang pada dasarnya bertujuan untuk memberdayakan masyarakat melalui pengembangan kemampuan, perilaku dan pengorganisasian masyarakat hendaknya dapat meningkatkan daya saing daerah yang bersangkutan, oleh karena itu, dalam melaksanakan otonomi daerah agar dapat dirasakan oleh semua lapisan masyarakat diperlukan adanya suatu keberanian dari semua pihak terutama pemerintah pusat dan pemerintah daerah serta para pembuat kebijakan dan pemangku jabatan/kepentingan untuk secara jernih memahami realitas, problema dan peluang yang muncul dari pemberian otonomi daerah dan bagaimana memanfaatkannya pada kepentingan masyarakat secara umum.
Era Otonomi Daerah Dalam penjelasan umum Undang-Undang Nomor : 32 Tahun 2004
menyebutkan, bahwa Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki
batas-batas yuridiksi yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang
diakui dan/atau dibentuk dalam sistem pemerintahan nasional dan berada di kabupaten yang berlandaskan pada keanekaragaman, partisipasi, otonomi asli, demokratisasi
dan Pemberdayaan Masyarakat. Sedangkan pada pasal 199 (5) memberikan penjelasan
bahwa kawasan perdesaan adalah kawasan yang mempunyai kegiatan utama pertanian,
termasuk pengelolaan sumberdaya alam, dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat
pemukiman perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi.
Hal yang tidak bisa dimungkiri selama ini adalah bahwa konsep pelaksanaan
pembangunan perdesaan pada era pelaksanaan otonomi daerah telah mengalami
berbagai fenomena bias terutama menyangkut tentang konsep-konsep yang diterapkan.
Paradigma pembangunan pedesaan dengan menggunakan indikator-indikator kemajuan ekonomi
kota ternyata semakin membuat wilayah perdesaan semakin jauh tertinggal. Pembangunan
desa dengan cara pandang kota tidak akan pernah melihat desa sebagai suatu
entitas sosial ekonomi dan budaya yang khas, padahal sejatinya pembangunan
perdesaan harus di dekati dan di sentuh dengan pendekatan yang lebih spesifik agar
seluruh potensinya dapat tergali dan dikembangkan secara optimal. Pelaksanaan
pembangunan dewasa ini, khususnya di negara-negara berkembang termasuk di
Indonesia lebih ditekankan pada pembangunan industri perkotaan, hal ini menyebabkan
terjadinya bias pada perkotaan yang mencerminkan alokasi sumberdaya yang lebih berpihak
pada kota.
Sebaliknya apa yang terjadi pada pembangunan perdesaan (Ruralled Development)
di desain dengan cenderung mengabaikan perkotaan dan mendefinisikan wilayah pedesaan
sebagai aktivitas pertanian belaka. Hal inilah yang menyebabkan pembangunan
pada kota-kota besar banyak menimbulkan permasalahan seperti terjadinya
urbanisasi yang tidak terkontrol, sedangkan di sisi lain untuk wilayah pedesaan
terjadi suatu tekanan terhadap penduduk dan sumberdaya alam meningkatnya angka kemiskinan,
degradasi lingkungan serta renggangnya hubungan sosial yang ada. Dengan
Merefleksi Kembali Tujuh Tahun Pemberlakuan Undang-Undang Otonomi Daerah tentunya
diharapkan tidak lagi terjadi pengobyekan desa yang hanya mengandalkan kekuatan
modal yang besar yang pada kenyataannya telah melemahkan struktur ketahanan
alami yang dimiliki desa dalam melaksanakan pembangunan di perdesaan merupakan niat
yang baik, namun upaya untuk menjaga dan melestarikan desa yang memiliki daya
tahan kuat serta dapat memenuhi hak-hak ekonomi, sosial politik dan budaya
tetap merupakan hal terbaik yang mesti diwujudkan. Semoga cita-cita luhur ini terwujud..........** (Fasilitator Kecamatan Kedurang)